Kota Cirebon Kota Wali

Gemah Ripah Loh Jinawi.

Sega Jamblang

Nasi khas Cirebon yang disajikan menggunakan Daun Jati.

Balaikota Cirebon

Pusat pemerintahan Kota Cirebon yang juga merupakan Bangunan Cagar Budaya.

Keraton Kasepuhan Cirebon

Salahsatu peninggalan Keraton yang masih ada selain dari Keraton Kanoman, Keraton Kacirebonan dan Keraton Keprabonan.

Batik Mega Mendung

Salahsatu corak batik terkenal khas dari Wilayah Cirebon.

Tuesday, July 10, 2012

TPPAS Kopiluhur

TPA Kopi Luhur merupakan satu satunya TPA yang saat ini masih difungsikan di Kota Cirebon sejak tahun 1998 setelah adanya penutupan TPA di Grenjeng, berada dalam wilayah administratif Kota Cirebon, terletak di Kelurahan Argasunya Kecamatan Harjamukti dengan ketinggian antara 85-107 meter dari permukaaan laut pada posisi 108°34’57” BT dan 6°43’56” LS pada pantai utara pulau jawa bagian timur laut jawa barat. Luas peruntukan lahan TPAKopi Luhur yang telah dibebaskan oleh Pemerintah Kota adalah +/- 14,2 Ha (sebelumnya 9,6 Ha dan pada Tahun 2010 ada pembebasan seluas 4,6 Ha pada Tahun 2010) Curah hujan sedang yaitu 154,61 mm/Bulan atau 1855,32 mm/tahun dengan musim kemarau sekitar empat bulan yang mengakibatkan keringnya lahan, hulu sungai lunyu tepat melintas di tengah wilayah TPA, lokasi TPA sebelumnya merupakan lokasi kosong yang digunakan untuk galian C, kondisi tanah di lokasi tersebut terdiri dari endapan lumpur liat dan pasir pada lapisan atas tanah hingga terdapat batu pasir pada kedalaman sekitar 2-3 meter dan rata rata permeabilitas berjarak 1,36x10-4 sampai 768x10-5

Kelurahan Argasunya merupakan kelurahan terluas di Kota Cirebon dengan penduduk yang masih jarang. Jarak perumahan terdekat dengan TPA sebelah utara sekitar 1000 m dan selatan 200 m dari tempat pembuangan akhir, produktifitas akuifernya termasuk akuifer dengan aliran melalui celahan dan ruang antar butir yang menyebabkan air tanah sulit dengan kedalaman lebih dari 10 m di bawah lapisan tuf muda di atas, lokasi TPA kopi luhur strategis pada celah antara 2 bukit yang dapat berfungsi sebagai penyangga suara bising dan bau, jarak dengan sentra produksi sampah kota sekitar 7 km sampai dengan 9 km.

Pengelolaan Persampahan

Pengelolaan sampah di Kota Cirebon dilakukan oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Cirebon sesuai tugas pokok yang diembannya yang tertera dalam Peraturan Daerah Kota Cirebon Nomor 12 tahun 2004 tentang Pembentukan Dinas-dinas Daerah pada Pemerintah Kota Cirebon. Sedangkan untuk Organisasi dan Tata Kerja Dinas ini diatur melalui Keputusan Walikota Cirebon Nomor 22.K tahun 2004. Dinas Kebersihan bertanggung jawab terhadap pengelolaan dan penanganan kebersihan kota secara makro yang mana SKPD bertanggung jawab terhadap penanganan sampah dari TPS ( Tempat Penampungan Sementara ) sampai ke TPA dengan menyediakan sarana dan prasarana pengelolaan persampahan secara umum dan mencakup kebersihan jalan protokol, taman, dan pelayanan pemakaman.

Secara umum system pengelolaan sampah di Kota Cirebon melalui tiga tahap yaitu:

Pengumpulan.

Pengumpulan sendiri diartikan sebagai upaya kegiatan pengumpulan sampah dari sumber sampah untuk kemudian diangkut ke tempat pembuangan sementara (TPS) dan atau ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) dimana dalam pelaksanaannya ada yang disebut pelayanan individual dan pelayanan komunal

  • Pada pelayanan individual pengumpulan dilakukan oleh petugas kebersihan dengan mendatangi tiap tiap rumah, sebagai alat pengumpul dapat berupa gerobak sampah dengan volume 1m3 sering disebut juga pelayanan door to door dengan jenis kendaraan angkut jarak pendek. Sampah yang dikumpulkan dibawa ke tempat penampungan sementara sebelum sampah tersebut di buang ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA). Selain gerobak kendaraan lain yang dipergunakan untuk mengangkut sampah pada pelayanan individual adalah mobil pick up dan dump truk disebut juga pelayanan dor to dor dengan kendaraan jarak jauh dimana sampah dikumpulkan dari tempat pewadahan (sumber sampah) ke tempat pemrosesan akhir.
  • Pelayanan komunal dimana pengumpulan sampah dilakukan oleh masing masing penghuni rumah dikumpulkan pada tempat yang telah disediakan oleh DKP berupa container. Pelayanan seperti ini diperuntukan pada daerah yang belum teratur (Slum Area) dan pada daerah yang jalan lingkungan nya kecil (tidak dapat dilalui gerobak sampah )

Pengangkutan

Pengangkutan yang dimaksud adalah pengangkutan sampah setelah proses pengumpulan. sampah diangkut dengan menggunakan kendaraan operasional pengangkut sampah milik dinas.

Pemrosesan Akhir

Setelah proses pewadahan dan pengumpulan, sampah perlu di angkut ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) yang aman serta tidak menggangu lingkungan.

Saturday, June 16, 2012

Gambaran Umum Kota Cirebon

Kota Cirebon merupakan Kota yang berada di wilayah timur Jawa Barat dan terletak pada jalur transportasi Jawa Barat dan Jawa Tengah, secara geografis Kota Cirebon terletak pada posisi 108.33 derajat Bujur Timur dan 6.41 derajat Lintang Selatan dengan ketinggian 5 meter dari permukaan laut, beriklim tropis dengan suhu udara berkisar 24 – 33 derajat celcius dengan curah hujan 2.751 mm/tahun, dengan demikinan Kota Cirebon merupakan daerah dataran rendah.

Luas wilayah Kota Cirebon adalah 37.358 Km2 dengan batas-batas wilayah sebelah utara. Sungai Kedung Pane, sebelah Barat Banjir Kanal/Kabupaten Cirebon, sebelah Selatan Sungai Kalijaga dan sebelah Timur adalah Laut Jawa.

Untuk melaksanakan tugas Pemerintahan, wilayah administrasi Kota Cirebon dibagi menjadi 5 Kecamatan dan 22 Kelurahan. Jumlah Kelurahan ini kemudian dibagi menjadi 247 Rukun Warga dan 1352 Rukun Tetangga.

KARAKTERISTIK FISIK

Kota Cirebon terletak di wilayah pantai utara Pulau Jawa dengan ketinggian 0 – 5 meter dari permukaan laut, bentuk kota memanjang dari barat ke timur, merupakan dataran rendah dengan luas wilayah 3.735,82 hektar atau kurang lebih 37,36 Km2 (hasil kajian RTRW oleh Bappeda Kota Cirebon tahun 2009 luas wilayah Kota Cirebon bertambah menjadi 3.810 Ha / 38,10 Km2), hal ini dikarenakan adanya tanah timbul ditepi pantai laut jawa. Keadaan air tanah pada umumnya dipengaruhi oleh instrusi air laut, sehingga kebutuhan air bersih untuk masyarakat sebagian besar bersumber dari pasokan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Cirebon yang bersumber dari mata air wilayah Kabupaten Kuningan.

Adapun penggunaan lahan di kota Cirebon didominasi oleh penggunaan lahan untuk perumahan/permukiman sebesar 45,40 % atu 1.716 Ha, tanah pertanian sebesar 10,63 % atu 405 Ha, perdagangan dan jasa sebesar 35,25 % atu 1.343 Ha dan pesisir/kelautan sebesar 9,08 % atu 346 Ha.

Kota Cirebon dilengkapi pula oleh sarana dan prasarana dasar kota yang lebih lengkap dibandingkan wilayah lainnya di Jawa Barat bagian Timur, prasarana dan sarana tersebut meliputi prasarana transportasi (pelabuhan udara, pelabuhan laut, stasiun kereta api dan terminal), sarana perdagangan (pasar tradisional, supermarket, mall, dll), sarana pendidikan dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi, sarana kesehatan (Rumah Sakit / Puskesmas), perkantoran, pergudangan, industri, dan sebagainya.

Kelengkapan prasarana dan sarana dasar kota tersebut menjadi salah satu andalan bagi para investor dalam memilih Kota Cirebon sebagai tujuan utama penanaman modal di wilayah Jawa Barat bagian Timur atau untuk membuka kantor cabang yang melayani Jawa Barat bagian Timur. Kondisi ini menarik pula penduduk/masyarakat luar kota untuk bekerja dan mencari nafkah di Kota Cirebon.

SEJARAH Dan KEBUDAYAAN

Sejarah Kota Cirebon berawal pada abad XIV, saat itu berdiri Caruban Nagari , yang pada perkembangannya kemudian berkembang menjadi Kesultanan Cirebon dengan Pelabuhan Muara Jati yang aktivitasnya berkembang hingga kawasan Asia Tenggara.

Cirebon menjadi salah satu pusat kekuasaan di Tanah Jawa, sekaligus menjadi pusat penyebaran agama Islam, dengan pengaruh global pada jaman itu interaksi Cirebon tidak hanya berkembang hingga kawasan Asia Tenggara tetapi sampai ke Timur Tengah, China dan India. Cirebon masa lalu adalah gambaran sebuah daerah yang kosmopolit dengan ragam budaya yang plural, di dalam Pustaka Jawa Dwipa disebutkan bahwa pada tahun 1447, di Dukuh Pesisir yang berpenduduk 346 orang, terdapat keragaman etnis : 196 orang Sunda, 106 orang Jawa, 16 orang Sumatera, 4 orang Semenanjung, 2 orang India, 2 orang Parsi, 3 orang Syams (Syiria), 11 orang Arab dan 6 orang China.

Kekosmopolitan Cirebon juga bisa dilihat dari para pendiri kesultanan Cirebon, Pangeran Cakrabuana berasal dari Pakuan Pajajaran, Sunan Gunung Jati adalah peranakan arab dan sunda, sedangkan Pangeran Panjunan, Pangeran Kejaksan dan Nyi Rara Baghdadh berasal dari Irak, yang lainnya : putrid Ong Tien Nio dari Cina, Syekh Magelung dari Syams, Pangeran Arya Kemuning dari Kuningan, Ki Gede Bungko dan Raden Sepat dari Majapahit, Pangeran Wiralodra dan Ki Jabang Arum dari Palembang, Fadhilah Khan dari Pasai dan Adipati Keling atau Pangeran Suranenggala dari India Selatan.

Periode tahun 1270 – 1910

Pada abad ke XIII Kota Cirebon ditandai dengan kehidupan yang masih tradisional dan pada tahun 1479 berkembang pesat menjadi pusat penyebaran dari kerajaan islam terutama di wilayah Jawa Barat, kemudian setelah penjajahan Belanda dibangunlah jalan raya darat dan kereta api sehingga mempengaruhi perkembangan industri dan perdagangan.

Periode Tahun 1910 – 1967

Pada periode ini Kota Cirebon disahkan menjadi Gumente Cheirebon dengan luas wilayah 1.100 Ha dan berpenduduk 20.000 jiwa (Stlb 1906 No.122 dan Stlb 1921 No.370), dan tahun 1942 Kota Cirebon diperluas menjadi 2.450 ha, tahun 1957 status pemerintahannya ditetapkan menjadi Kota Praja dengan luas wilayah 3.300 ha, setelah ditetapkan menjadi Kotamadya pada tahun 1965 luas wilayahnya menjadi 3.600 ha.

Periode Tahun 1967 – sekarang

Wilayah Kota Cirebon sampai saat ini adalah 3.735,82 ha / 3736 km2 dan nama-nama yang pernah memimpin Kota Cirebon dari jaman Belanda sampai sekarang adalah :

  1. 1920 – 1925 Burger Meester YH Johan
  2. 1925 – 1928 Burger Meester SE Hotman
  3. 1928 – 1933 Burger Meester Gostram Slede
  4. 1933 – 1938 Burger Meester HEC Kontic
  5. 1938 – 1942 Burger Meester HSC Hupen
  6. 1942 – 1943 Shito Asikin Nataatmaja
  7. 1943 – 1949 Shito Muniran Suria Negara
  8. 1949 – 1950 Wakil Kota Prinata Kusuma
  9. 1950 – 1954 Wakil Kota Mustafa Suryadi

10. 1954 – 1957 Wakil Kota Hardian Karta Atmaja

11. 1957 – 1959 Wakil Kota Prawira Amijaya

12. 1959 – 1960 Wali Kota Moh Safei

13. 1960 – 1965 Wali Kota RSA. Prabowo

14. 1965 – 1966 Wali Kota R. Sukardi

15. 1966 – 1974 Wali Kota Tatang Suwardi

16. 1974 – 1981 Wali Kota H Aboeng Koesman

17. 1981 – 1983 Wali Kota Drs. H. Achmad Endang

18. 1983 – 1988 Wali Kota Drs. Moh. Dasawarsa

19. 1988 – 1993 Wali Kota Drs. H. Kumaedhi Syafrudin

20. 1993 – 1998 Wali Kota Drs. H. Kumaedhi syafrudin

21. 1998 – 2003 Wali Kota Drs. H. Lasmana Suriaatmadja, M.Si.

22. 2003 – 2008 Wali Kota Subardi

23. 2008 – sekarang Wali Kota Subardi, S.Pd.

ARTI LAMBANG dan MOTTO KOTA CIREBON

  1. A. Bentuk Lambang Daerah

Lambang Daerah terdiri dari 3 (tiga) bagian, yaitu :

a. Bagian atas berupa sebuah pita yang bertuliskan Kota Cirebon.

b. Bagian dalam berupa sebuah perisai yang didalamnya terdapat gambar sebagai berikut :

  • Bagian atas berupa sebuah daun jati dan Sembilan bintang.
  • Bagian tengah berupa garis bergerigi Sembilan buah.
  • Bagian bawah berupa lukisan laut berombak dan gambar udang rebon.
  1. Bagian bawah berupa sebuah pita yang bertuliskan Gemah Ripah Loh Jinawi.
  2. B. Tata Warna Lambang Daerah
    1. Warna dasar perisai
  • Perisai bagian atas berwarna kuning emas.
  • Perisai bagian bawah berwarna putih.
  1. Isi Perisai
  • Daun Jati berwarna hijau tua
  • Lukisan Laut berwarna biru
  • Gambar Udang berwarna emas
  • Garis bergerigi Sembilan buah berwarna hitam
  • Sembilan Bintang berwarna putih.
  1. Warna dasar lambang adalah berwarna hitam yang menghiasi perisai dan pita.
  2. Arti dan Lambang Daerah

Lambang daerah yang dilukiskan dalam tata warna sebagaimana yang tertuang dalam Peraturan Daerah No. 2 tahun 1989, adalah sebagi berikut :

  1. Daun Jati yang berwarna hijau tua, mengandung arti bahwa pada jaman dahulu di Cirebon ada seorang pemimpin para wali yang berbudi luhur dan bertahta serta disemayamkan di Gunungjati dengan nama Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunungjati yang menyebarkan agama Islam di tanah jawa.
  2. Sembilan buah bintang berwarna putih, mengandung arti Wali songo, Kota Cirebon terkenal sebagai tempat berkumpulnya para wali untuk bermusyawarah dalam hubungannya dengan ilmu agama islam, yaitu :

- 4 (empat) buah bintang diatas dasar kuning emas menggambarkan ilmu syariat, hakekat, tarekat dan ma’rifat.

- 5 (lima) buah bintang di dalam gambar daun jati menggambarkan rukun islam, yaitu syahadat, sholat, zakat, puasa dan pergi haji.

  1. Lukisan laut berombak berwarna biru, mengandung arti bahwa masyarakat Kota Cirebon mempunyai kegiatan bekerja di daerah pantai (nelayan), dengan penuh keikhlasan (jalur putih) dalam menunaikan kewajiban masing-masing untuk kepentingan Bangsa dan Negara.
  2. Gambar udang rebon berwarna kuning emas, mengandung arti bahwa hasil laut telah memberikan kemakmuran kepada masyarakat Cirebon, adapun udang rebon merupakan bahan baku untuk pembuatan terasi yang terkenal di Kota Cirebon.
  3. Garis bergerigi Sembilan buah berwarna hitam yang melukiskan benteng yang mendatar berpuncak Sembilan buah, menggambarkan arti bahwa Kota Cirebon bercita-cita melaksanakan pembangunan di segala bidang/sector di seluruh kotanya untuk kemakmuran rakyat.
  4. Perisai yang bersudut lima, mengandung arti bahwa perjuangan dalam mempertahankan dan menegakan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945.
  5. Warna dasar kuning emas perisai bagian atas melambangkan Kota Cirebon sebagai Kota Pantai yang bercita-cita melaksnakan pembangunan untuk mewujudkan masyarakat yang tertib, tentram, adil dan makmur.
  6. Warna putih pada perisai bagian bawah melambangkan Kota Cirebon letaknya dipinggir laut atau kota pantai yang siap sedia (jalur biru) memberikan hasil laut yangt berguna dan berharga bagi kehidupan rakyatnya.
  7. Pita melingkari perisai dengan warna kuning melambangkan persatuan, kebesaran dan kejayaan.
  8. Dasar lambang yang berwarna hitam melambangkan keabadian.

E. Motto Daerah

Motto daerah yang merupakan semboyan kerja adalah Gemah Ripah Loh Jinawai yang bermakna :

  1. Pengertian Bahasa
  • Gemah Ripah berarti Negara Jembar serta banyak rakyatnya
  • Loh Jinawi berarti subur makmur.
  1. Pengertian keseluruhan

Gemah ripah Loh Jinawi adalah perjuangan masyarakat Kota Cirebon sebagai bagian Bangsa Indonesia bercita-cita menciptakan ketentraman/perdamaian, kesuburan, keadilan, kemakmuran, tata raharja dan mulia abadi.

IMPLIKASI TERHADAP KARAKTER KOTA

Letak geografis, karakter fisik, sejarah dan keberadaan sarana prasarana, menjadikan Kota Cirebon sebagai sebuah Kota dengan karakter, corak dan peran kewilayahan yang unik. Dari sisi geografis dan demografis misalnya, dibandingkan dengan luas kota lainnya di Jawa Barat maka Kota Cirebon adalah wilayah kota yang memiliki luas wilayah administrasi yang paling kecil, kondisi ini memudahkan pergerakan penduduk di dalam wilayah kota selain memudahkan pula penyebaran atau pemerataan pelayanan ke seluruh wilayah.

Sementara itu, lokasi wilayah pantai selain memiliki keuntungan juga memiliki kelemahan karena kemiringan lereng yang landai menyebabkan kecepatan air larian lebih lambat sehingga potensi untuk banjir akibat genangan menjadi lebih besar.

Selain itu kerusakan lingkungan yang terjadi di wilayah hulu sungai akan langsung berdampak kepada Kota Cirebon karena wilayah kota merupakan wilayah hilir dari beberapa aliran sungai besar dari wilayah Gunung Ciremai dan sekitarnya.

Sebagai dampak kelengkapan sarana dan prasarana dasar kota dibandingkan daerah-daerah lain di Ciayumajakuning, Kota Cirebon lebih disukai oleh para investor, para investor cenderung memilih Kota Cirebon sebagai tujuan utama penanaman modal di wilayah Jawa Barat bagian timur atau untuk membuka kantor cabang yang melayani Jawa Barat bagian timur, sebagai dampak lanjutan kondisi ini menarik pula penduduk/masyarakat luar kota untuk bekerja dan mencari nafkah di Kota Cirebon, sehingga kota Cirebon menjadi sasaran urbanisasi bagi penduduk di kawasan hinterland.

POTENSI DAN TANTANGAN KOTA CIREBON

  1. 1. Geografi

Wilayah geografi Kota Cirebon berbentuk dataran rendah dengan fotografinya datar (flat), menurut data potensi desa tahun 2003, beberapa Kecamatan memiliki letak geografis berupa pesisir pantai (Coast) yaitu Kecamatan Lemahwungkuk dan Kejaksan, sedangkan untuk tiga Kecamatan lainnya letak geografisnya berupa daerah dataran (Plain).

  1. 2. Ekonomi

Karakteristik ekonomi Kota Cirebon dipengaruhi oleh letak gegrafis yang strategis dan karakteristik sumber daya alam sehingga struktur perekonomiannya didominasi oleh sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi serta sektor jasa.

Dengan demikian maka Kota Cirebon tergolong kedalam kategori daerah yang cukup cepat bertransformasi dari tatanan ekonomi tradisional yang bertumpu pada sektor yang mengandalkan nilai tambah sumber daya manusia seperti industri pengolahan, perdagangan dan jasa.

Perekonomian Kota Cirebon dari tahun ke tahun menunjukan perkembangan, hal ini ditunjukan dengan terus meningkatnya Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE), tahun 2005 LPE sebesar 4,89 %, tahun 2006 meningkat menjadi 5,54 %, tahun 2007 meningkat lagi menjadi 6,17 %, namun pada tahun 2008 pertumbuhannya mengalami perlambatan sehingga hanya mampu tumbuh sebesar 5,64 %.

Perlambatan pertumbuhan ini disebabkan menurunnya jumlah barang yang dimuat melalui pelabuhan, sehingga pertumbuhan di sub sektor angkutan laut menjadi negative, pertumbuhan PDRB di Kota Cirebon pada tahun 2008 didukung oleh sektor industri dan perdagangan yang memberikan kontribusi terbesar dibanding dengan sektor lainnya.

Dari sektor industri konstribusinya sebesar 30,34 %, sektor perdagangan 35,50 %, sementara sektor pengangkutan hanya memberikan kontribusi sebesar 14,28 % dan sektor lembaga keuangan sebesar 6,72 %.

Periode tahun 2008, PDRB Kota Cirebon yang dihitung atas dasar harga berlaku mencapai angka Rp 10,698 trilyun atau mengalami peningkatan sebesar 16,92 % kalau dibandingkan dengan tahun sebelumya (2007) yang hanya mencapai Rp 9,149 trilyun. Sedangkan PDRB secara riil yang didasarkan atas harga konstan tahun 2000 PDRB Kota Cirebon tahun 2008 mencapai angka Rp 5,823 trilyun, sementara tahun 2007 hanya mencapai angka Rp 5,513 trilyun.

Pertumbuhan ekonomi di Kota Cirebon pada tahun 2008 banyak dipengaruhi oleh sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan yang tumbuh sebesar 12,89 % dan sektor jasa-jasa tumbuh sebesar 11,63 %.

Pada tahun 2008 hampir semua sektor mengalami pertumbuhan, kecuali sektor angkutan, pada tahun 2006 sektor angkutan tumbuh 4,72 %, tahun 2007 tumbuh 3,02 % sedangkan pada tahun 2008 pertumbuhannya mengalami penurunan menjadi -5,13 %, hal ini disebabkan sektor angkutan mengalami penurunan jumlah barang yang dimuat dari pelabuhan Kota Cirebon.

Pertumbuhan jumlah perusahaan di Kota Cirebon dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, hal ini berimplikasi pada pertambahan lapangan kerja bagi masyarakatnya, namun demikian nilai investasi dalam bentuk PMA dan PMDN tergolong stagnan, ini menunjukan adanya permasalahan pada iklim investasi yang dipersepsikan oleh dunia usaha kurang kondusif, karena itu diperlukan komitmen yang kuat dan political will dari pemerintah Kota Cirebon agar dapat menarik investor.

Salah satu wujud usaha di sektor informal adalah pedagang kaki lima, Kota Cirebon yang sering menjadi sasaran urbanisasi memiliki jumlah PKL yang cukup signifikan pada setiap tahunnya. Fenomena ini di satu sisi menggembirakan karena menunjukan dinamika ekonomi akar rumput, tapi di sisi lain jika tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan persoalan yang serius di sektor ketertiban dan tata ruang.

  1. 3. Penduduk

Jumlah penduduk Kota Cirebon pada tahun 2009 mencapai 304.904 orang, dengan komposisi 147.639 orang laki-laki dan 157.265 orang perempuan, jumlah ini yang berdomisili di wilayah Kota Cirebon, namun pada siang hari jumlah penduduk Kota Cirebon bertambah hingga empat sampai lima kali lipat dengan adanya penduduk luar kota yang melakukan berbagai kegiatan di Kota Cirebon

Dari tahun ke tahun penduduk Kota Cirebon terus bertambah jumlahnya, Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) menurut periode tahun 2000 – 2009 laju rata-rata sebesar 1,27 % per tahun ( tahun 2000 jumlah penduduknya 272.263 orang, tahun 2009 jumlah penduduknya 304.904 orang).

Bertambahnya penduduk Kota Cirebon akan menyebabkan kepada semakin meningkatnya kepadatan penduduk, dari tingkat kepadatan sebesar 7,9 ribu jiwa per kilometer persegi pada tahun 2007 menjadi sebanyak 8,2 ribu jiwa per kilometer persegi pada tahun 2008.

  1. 4. Kesehatan

Pembangunan di bidang kesehatan, ketersediaan fasilitas kesehatan dalam jumlah yang cukup dan layak sangat penting didalam upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Jumlah dokter yang ada, baik dokter spesialis maupun dokter umum berjumlah 273 orang, 943 perawat serta 256 bidan pada tahun 2008, dengan demikian jika dibagi dengan jumlah penduduk akan tersedia 9 dokter untuk setiap 10.000 penduduk, sementara untuk sarana kesehatan telah tersedia 6 rumah sakit umum, 4 rumah sakit bersalin, 21 puskesmas, 15 puskesmas pembantu dan 21 puskesmas keliling yang terdapat di setiap Kelurahan yang jumlahnya mencapai 57 puskesmas/pustu/pusling.

  1. 5. Pendidikan

Di bidang pendidikan telah tersedia berbagai fasilitas pendidikan dalam jumlah yang cukup dan layak, pada tahun 2008 jumlah Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah sebanyak 177 sekolah, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) dan Madrasah Tsanawiyah berjumlah 52 sekolah dan untuk Sekolah Menengah Umum, Sekolah Menengah Keguruan dan Madrasah Aliyah berjumlah 48 sekolah.

  1. 6. Ketenagakerjaan

Prosentase penduduk pencari kerja pada tahun 2009 adalah 8,93 % (34.137 Orang terdaftar sebagai pencari kerja berbanding jumlah penduduk 304.904 Orang), yang terpenuhi hanya 3.225 Orang, jenis mata pencaharian penduduk usia 10 tahun ke atas adalah Pertanian, Industri pengolahan, Perdagangan/Hotel/Restoran, Jas-jasa, dan lainnya. Tingkat penyerapan tenaga kerja (jumlah pencari kerja yang dapat ditempatkan dibandingkan dengan jumlah pencari kerja terdaftar) dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, sementara pencari kerja yang dapat di tempatkan relative mengalami penurunan, kondisi ini menunjukan penurunan lapangan kerja yang ada di Kota Cirebon, hal ini menunjukan tidak seimbangnya penambahan kesempatan kerja dengan jumlah pencari kerja, pada umumnya kelompok masyarakat miskin bekerja di sektor informal baik berwirausaha dalam skala kecil maupun sebagai buruh, tukang becak, pembantu rumah tangga dan karyawan rendahan lainnya.

Jumlah keluarga miskin di Kota Cirebon pada tahun 2008 adalah sebanyak 21.496 keluarga dari jumlah keluarga 69.713 keluarga.

IMPLIKASI TERHADAP PROGRAM PENGEMBANGAN IPM

a. Sektor Daya Beli

Berangkat dari karakter yang sekaligus merupakan potensi sebagaimana dipaparkan di atas, untuk mencapai target IPM khususnya yang berkaitan dengan peningkatan daya beli, Kota Cirebon diarahkan menjadi Kota yang menyandang 4 (empat) fungsi, yaitu : sebagai Kota Pelabuhan, Kota Perdagangan, Kota Industri (kecil) serta Kota Pariwisata dan Budaya, sebagai Kota Pelabuhan, Kota Cirebon diharapkan berperan sebagai pintu gerbang ekspor-impor termasuk transit perdagangan yang melayani wilayah sekitarnya.

Sebagai Kota Perdagangan dan Jasa, Kota Cirebon diharapkan mampu menempatkan fungsinya sebagai kota koleksi dan distribusi hasil-hasil produksi baik yang berasal dari wilayah kota sendiri, dari daerah hinterland yang kaya dengan hasil industri olahan dan kerajinan maupun dari wilayah Jawa Barat bagian timur dan Jawa Tengan bagian barat. Dengan demikian Kota Cirebon merupakan outlet dan inlet perdagangan ekonomi Jawa Barat, untuk itu diperlukan sentra-sentra hasil industri olahan dan kerajinan.

Sebagai Kota Industri, Kota Cirebon diharapkan berkembang industri-industri kecil padat karya yang beroreantasi ekspor berbasis pengolahan hasil laut dan hasil alam lain dari daerah hinterland. Kota Cirebon juga diarahkan sebagai Kota Pariwisata dan Budaya dengan andalan obyek wisata religius-historis dan kesenian yang serba khas, dengan langkah ini dapat diciptakan multiflier effect kepada perluasan kesempatan kerja dan kesempatan berusaha yang dapat meningkatkan pendapatan masyarakat Kota Cirebon dan mendongkrak peningkatan daya beli masyarakat, sebagai Kota Budaya dan Pariwisata Kota Cirebon juga bisa bersinergi dengan daerah hinterland yang kaya dengan seni budaya dan wisata alam.

b. Sektor Pendidikan

Posisi Kota Cirebon yang strategis dan kebudayaannya yang terbuka dan kosmopolit, ada banyak faktor pendukung bagi tercapainya angka yang relative tinggi, sebagaimana ditunjukkan oleh APK, APM dan lama sekolah, secara umum, situasi dan keadaan pendidikan di Kota Cirebon relative baik. Baik diukur dari tingkat minat dan partisipasi warga di bidang pendidikan, maupun juga diukur dari kualitas proses belajar mengajar yag disajikan oleh berbagai institusi pendidikan yang ada di Kota Cirebon, baik yang formal mulai dari TK hingga Perguruan Tinggi, maupun non formal.

Soal kualitas, bisa dilihat dari besarnya kepercayaan warga baik dari Kota Cirebon sendiri maupun dari daerah hinterland dan kawasan Jawa Tengah bagian barat seperti Brebes dan Tegal untuk menyekolahkan anak-anak mereka di Kota Cirebon, bahkan tidak salah jika dinyatakan bahwa sektor pendidikan di Kota Cirebon telah mencapai taraf relative modern yang diindikasikan oleh karakternya yang telah cenderung terindusrialisasi, bahkan dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama lagi Kota Cirebon akan memiliki Perguruan Tinggi Negeri.

Dengan kata lain, upaya pengembangan IPM sektor pendidikan di Kota Cirebon, tergolong prospektif karena memiliki prasyarat atau faktor pendukung yang relatif kuat, baik dari sisi demografis, ekonomi maupun kultural.

Problema IPM di sektor pendidikan, lebih disebabkan oleh ketimpangan dimana ada sebagian warga yang karena alasan ekonomi, tidak bisa menikmati layanan pendidikan secara memadai, sekalipun ini dalah problem yang harus disikapi serius, Kota Cirebon layak bersyukur karena kualitas dan kuantitas masalah pendidikan di Kota Cirebon seperti ditunjukkan oleh angka putus sekolah relative jauh lebih ringan dibandingkan daerah-daerah lain di Ciayumajakuning maupun Jawa Barat.

Namun demikian, ada juga persoalan yang muncul karena posisi Kota Cirebon sebagai sentra pendidikan bagi Ciayumajakuning, warga Kota Cirebon mesti bersaing dengan warga daerah lain untuk bisa menikmati layanan pendidikan berkualitas di Kota Cirebon yang betapapun terbatas kapasitasnya.

Banyak warga Kabupaten yang menyekolahkan anaknya di sekolah-sekolah yang dipandang bermutu di Kota Cirebon, sehingga ini mengurangi peluang warga Kota Cirebon sendiri, terutama warga miskin.

Di tengah situasi pendidikan yang terindustrialisasi, warga miskin ini sering kali bersaing ketika hendak menikmati layanan pendidikan di sekolah yang dipandang bermutu, karena peluang itu telah diambil oleh warga kabupaten yang telah memiliki daya tawar karena secara ekonomi lebih mapan.

Arah pengembangan IPM di sektor pendidikan ke depan, tampaknya yang harus dilakukan bukan saja sekedar kegiatan yang bisa meningkatkan APK, APM dan lama sekolah, tapi juga bagaimana pendidkan di Kota Cirebon bisa menunjang Visi Kota Cirebon yaitu meningkatnya kualitas sumber daya manusia menuju Kota Cirebon yang sejahtera di tahun 2013 secara berkelanjutan.

Peran strategis Kota Cirebon sebagi sentra perdagangan dan pertumbuhan ekonomi di Jawa Barat bagian Timur, hanya akan bisa optimal jika ditunjang oleh keberadaan SDM yang memiliki karakter, pengetahuan dan kompetensi yang sesuai.

Dengan kata lain, pengembangan pendidikan di Kota Cirebon terutama di tingkat SMA/SMK ke atas, perlu diarahkan untuk menyiapkan SDM yang sanggup mengisi peluang-peluang kerja di sektor ekspor-impor, pariwisata, distribusi dan perdagangan retail dan sektor indusrtri lain yang relevan. Lebih baik lagi, jika ada program pendidikan yang mendorong kelahiran para pengusaha untuk mempercepat pertumbuhan Kota Cirebon sebagai kota bisnis yang secara sinergis mendukung perkembangan ekonomi daerah hinterland di Ciayumajakuning.

Mempertimbangkan hal ini, peran dunia usaha dalam pengembangan sektor pendidikan menjadi sesuatu yang sangat vital, dengan peningkatan peran dunia usaha dalam sektor pendidikan, akan terjadi sinergi dan integrasi antara program pengembangan IPM di sektor pendidikan dan di sektor daya beli.

c. Sektor Kesehatan

Sementara itu, posisi geografis Kota Cirebon yang strategis dan corak kebudayaan yang kosmopolit dan terbuka, juga memiliki dampak positif bagi pengembangan IPM di sektor kesehatan. Ditunjang oleh kelancaran arus informasi dari berbagi media maupun interaksi intensif dengan daerah lain yang lebih modern seperti Jakarta dan Bandung, tingkat kesadaran warga Cirebon terhadap issue-issue kesehatan relative tinggi, sehingga berpengaruh terhadap angka pencapaian IPM di sektor kesehatan yang relative baik.

Keadaan yang positif di sektor kesehatan di Kota Cirebon, juga dipengaruhi oleh fakta, bahwa sebagaimana terjadi pada sektor pendidkan, sektor kesehatan di Kota Cirebon juga telah mengalami proses industrialisasi yang mesti kita baca dalam makna positif yang diindikasikan oleh tingginya angka pertumbuhan unit-unit pelayanan kesehatan swasta, dalam bentuk rumah sakit, balai pengobatan, apotik hingga klinik kecantikan. Dengan situasi seperti ini, masyarakat Kota Cirebon- khususnya yang memiliki daya beli tinggi memiliki banyak peluang dan pilihan untuk meningkatkan mutu kesehatan mereka. Disisi lain, unit-unit layanan kesehatan milik pemerintah mulai dari puskesmas dan rumah sakit juga telah relatif tersedia secara baik. Masyarakat yang memiliki keterbatasan daya beli, bisa memanfaatkan layanan kesehatan di unit-unit milik pemerintah terutam puskesmas yang ada di setiap kelurahan. Selain itu, Posyandu yang berfokus pada peningkatan mutu kesehatan ibu dan anak juga relative berkembang, sekalipun intensitasnya jauh berkurang dibandingkan pada masa pra-krisis ekonomi.

Karena posisinya yang strategis dan dipandang relative lebih maju dibandingkan daerah-daerah lain di Ciayumajakuning, berbagai unit pelayanan kesehatan baik milik pemerintah maupun milik swasta, sejauh ini tak hanya melayani pasien dari Kota Cirebon semata, melainkan juga pasien dari daerah lain di Ciayumajakuning.

Di satu sisi memang berimplikasi positif pada peningkatan daya beli warga Kota Cirebon, tapi di sisi lain, mengancam hak warga Kota Cirebon yang miskin dalam mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak, sebab mereka berada pada posisi tawar yang lebih rendah dibandingkan warga daerah lain yang lebih tinggi daya belinya.